ABSTRACT
The Luxury Goods Sales Tax (PPnBM) is a type of tax imposed on goods classified as luxurious within the Indonesian taxation system. The implementation of PPnBM serves two main purposes: as a source of state revenue and as a tool to control the consumption of luxury goods. This article aims to examine the legal provisions and calculation mechanisms of PPnBM as well as to analyze the economic and social impacts of its implementation. This study employs a literature review method by analyzing various relevant sources, including legislation and academic literature. The findings indicate that PPnBM contributes to increasing tax revenue and promoting social equity. However, its implementation still faces challenges such as taxpayer non-compliance and limited technological infrastructure. Therefore, policy reforms, enhancement of tax-related technologies, and intensive public outreach are necessary to improve the effectiveness of PPnBM in Indonesia’s taxation system.
Keywords: Luxury Goods Tax, PPnBM, Tax Policy, Taxation System, Indonesia
ABSTRAK
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang tergolong mewah dalam sistem perpajakan di Indonesia. Penerapan PPnBM memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber penerimaan negara dan sebagai instrumen pengendali konsumsi terhadap barang mewah. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji ketentuan hukum dan mekanisme penghitungan PPnBM serta menganalisis dampak ekonomi dan sosial dari penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan menelaah berbagai literatur, regulasi, dan sumber tertulis yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa PPnBM berperan dalam meningkatkan penerimaan pajak dan mendukung keadilan sosial, namun implementasinya masih menghadapi kendala seperti ketidakpatuhan wajib pajak dan keterbatasan infrastruktur teknologi. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan kebijakan, peningkatan teknologi perpajakan, dan sosialisasi yang intensif untuk meningkatkan efektivitas PPnBM dalam sistem perpajakan nasional.
Kata Kunci: PPnBM, Pajak Barang Mewah, Sistem Perpajakan Indonesia, Penerimaan Negara, Keadilan Sosial.
1. PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi lima sub bab, yakni latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, dan metode penulisan. Berikut paparan lengkapnya.
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara dan menjadi kewajiban setiap warga negara, baik individu maupun badan usaha. Dalam praktiknya, pajak tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga memengaruhi harga jual barang dan beban yang harus ditanggung oleh konsumen maupun produsen. Pengenaan pajak, seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), secara langsung dapat menaikkan harga jual barang mewah termasuk barang elektronik, yang pada akhirnya berdampak pada daya beli masyarakat (Salsa Destyana et al., n.d.)
Salah satu jenis pajak yang memiliki peran regulatif yang cukup signifikan adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak ini dikenakan sebagai tambahan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang tertentu yang diklasifikasikan sebagai barang mewah. Berbeda dengan PPN yang bersifat berulang, PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada saat impor atau penyerahan pertama atas Barang Kena Pajak (BKP) mewah oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) produsen. Subjek yang dikenakan PPnBM adalah PKP yang memproduksi atau mengimpor barang-barang mewah, sedangkan objek pajaknya mencakup BKP mewah yang memenuhi sejumlah kriteria, seperti bukan merupakan kebutuhan dasar, dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu dengan pendapatan tinggi, dan seringkali digunakan sebagai simbol status sosial. Dasar hukum dari pengenaan PPnBM tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang telah mengalami perubahan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, PPnBM juga bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial dengan membebankan pajak yang lebih tinggi kepada konsumen barang mewah, serta mengendalikan konsumsi barang yang dinilai tidak esensial demi menjaga kestabilan pasar (Prianti, 2025).
Barang-barang elektronik di masyarakat saat ini mengalami pergeseran posisi, dari yang semula tergolong barang mewah menjadi barang kebutuhan umum yang banyak dikonsumsi. Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai relevansi pengenaan PPnBM terhadap barang elektronik, serta keadilan dalam distribusi beban pajak. Di sisi lain, tujuan pengenaan PPnBM menurut Pasal 5 UU PPN adalah untuk memberikan perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional. Namun, dalam praktiknya, beberapa produsen barang mewah seperti produsen kendaraan bermotor justru merasa dirugikan, meskipun pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan insentif untuk mengurangi dampak negatif tersebut (Intan Kartika et al., n.d.).
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan dalam artikel ini dibatasi pada aspek cakupan penerapan dan mekanisme perhitungan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam kerangka sistem perpajakan Indonesia.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, permasalahan yang akan ditelaah adalah bagaimana ketentuan dan mekanisme penerapan serta perhitungan PPnBM dalam struktur perpajakan di Indonesia?
1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah menjelaskan secara sistematis ketentuan hukum dan mekanisme penghitungan PPnBM di Indonesia.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam artikel ini adalah metode studi pustaka, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, dan sumber tertulis lainnya yang relevan dengan topik pembahasan. Pendekatan ini dipilih karena fokus pembahasan adalah pada kajian teoritis dan normatif mengenai ketentuan serta mekanisme penghitungan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam sistem perpajakan Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka terdiri atas 3 subbab. Subbab pertama yaitu pengertian dari Pajak dan Fungsi Pajak. Subbab kedua yaitu Pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Subbab ketiga yaitu Tarif dan Cara Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Berikut penjelasan dari masing-masing subbab tersebut.
2.1 Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak
Rachmat Sumitro (1990) mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib yang disetor masyarakat kepada kas negara sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dengan tujuan utama mentransfer aset dari sektor privat menuju sektor publik. Dana yang terkumpul dari pajak digunakan untuk mendanai berbagai aktivitas pemerintahan, sedangkan surplus yang ada dialokasikan sebagai cadangan negara (public saving) untuk mendukung program investasi infrastruktur dan pembangunan (BAB II LANDASAN TEORI 2, n.d.).
Konsep yang dikemukakan P.J.A. Andriani menekankan bahwa pajak merupakan kontribusi yang diwajibkan dari warga negara kepada pemerintah berdasarkan regulasi yang mengikat, memiliki sifat imperatif tanpa kompensasi ekonomis secara langsung, serta bertujuan untuk mendanai operasional pemerintahan dalam melaksanakan berbagai program dan layanan publik (BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pajak 2.1.1 Definisi Pajak, n.d.).
Ketentuan dalam Pasal 1 UU RI Nomor 28 Tahun 2007 menegaskan bahwa pajak adalah tanggung jawab finansial yang harus dipenuhi oleh individu maupun entitas bisnis kepada negara, bersifat wajib berdasarkan landasan hukum yang kuat, tidak memberikan benefit langsung kepada pembayar, dan diperuntukkan bagi kepentingan nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007, n.d.).
Mardiasmo (2019:4) mengklasifikasikan peran pajak dalam tiga dimensi fundamental:
- Peran Fiskal (Budgetair)
Pajak berperan sebagai instrumen utama dalam menghasilkan pendapatan negara untuk membiayai seluruh kegiatan dan program pemerintah. - Peran Regulasi (Regulerend)
Pajak dimanfaatkan sebagai mekanisme pengendali dalam implementasi strategi pemerintah, terutama untuk mengatur dinamika sosial dan ekonomi masyarakat. - Peran Stabilisasi
Pajak berfungsi sebagai alat penyeimbang kondisi ekonomi, termasuk mengontrol laju inflasi melalui pengelolaan sirkulasi uang dan optimalisasi pemanfaatan dana pajak (BAB II, n.d.).
2.2 Pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah instrumen fiscal yang diberlakukan pemerintah untuk produk-produk yang masuk dalam kategori barang mewah. Barang-barang tersebut memiliki ciri khas sebagai komoditas non-esensial yang konsumsinya didominasi oleh segmen masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi, sesuai dengan framework regulasi yang telah ditetapkan (BAB I PENDAHULUAN, n.d.).
Definisi alternatif menyebutkan bahwa PPnBM merupakan pungutan yang dibebankan pada komoditas mewah hasil produksi domestik maupun impor yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia. Pengenaan pajak ini merupakan bagian integral dari strategi operasional perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar domestik dengan tetap mematuhi koridor perpajakan nasional (Liza Asri et al., 2024).
2.3 Tarif dan Cara Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Besaran tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku ditetapkan pada level 10%.
- Penerapan PPN dengan tarif 0% diberlakukan untuk:
a. kegiatan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) dalam bentuk fisik,
b. kegiatan ekspor BKP dalam bentuk non-fisik, dan
c. kegiatan ekspor Jasa Kena Pajak. - Rentang tarif PPnBM yang ditetapkan berkisar antara minimal 10% (sepuluh persen) hingga maksimal 200%.
- Khusus untuk aktivitas ekspor BKP kategori mewah, tarif PPnBM yang diberlakukan adalah 0% (nol persen) (Cdatu,+03.Feny+Sorongan, n.d.).
3. ANALISIS
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, PPnBM berkontribusi penting dalam menambah pendapatan pajak yang menjadi modal bagi pembangunan nasional. Pengenaan tarif yang tinggi pada barang mewah tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen pengendali konsumsi, sehingga mendorong keadilan sosial dan efisiensi alokasi sumber daya.
3.1 Dampak Ekonomi dan Sosial Penerapan PPnBM
Dampak Ekonomi
- PPnBM berkontribusi terhadap penerimaan negara terutama pada barang-barang konsumsi mewah seperti mobil, perhiasan, dan barang elektronik premium.
- Penerapan tarif tinggi PPnBM berhasil membatasi konsumsi barang mewah secara umum.
Dampak Sosial
- Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dana pajak yang diperoleh dari PPnBM dapat dialokasikan untuk mendanai berbagai program pembangunan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, termasuk sektor pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur publik.
- Alokasi Dana yang Lebih Produktif Masyarakat yang mengurangi konsumsi barang mewah cenderung mengalihkan dana mereka ke sektor yang produktif, seperti investasi, tabungan atau pendidikan (Khoirina Firda et al., n.d.).
3.2 Kendala dan Tantangan dalam Implementasi PPnBM
- Ketidakpatuhan Wajib Pajak Kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai kewajiban perpajakan dapat menyebabkan penghindaran pajak, yang berdampak pada rendahnya efektivitas kebijakan ini.
- Keterbatasan Sumber Daya Implementasi PPnBM memerlukan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai, keterbatasan dalam hal ini dapat menghambat proses administrasi perpajakan.
3.3 Upaya Penyempurnaan Pengelolaan PPnBM
Modernisasi sistem teknologi perpajakan merupakan faktor penting dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan PPnBM. Adopsi teknologi digital seperti e-faktur dan sistem filing elektronik mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak bagi wajib pajak dengan tingkat kecepatan dan ketepatan yang lebih baik. Teknologi tersebut juga memungkinkan otoritas pajak untuk melakukan pengawasan kepatuhan yang lebih efektif, mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan administrasi, dan meningkatkan keterbukaan informasi, yang pada akhirnya mendukung maksimalisasi penerimaan pajak negara.
4. PENUTUP
Bagian penutup merupakan bagian akhir dari kajian ini. Bagian ini berisi simpulan dan saran. Berikut paparan lengkapnya.
4.1 Kesimpulan
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan instrumen fiskal yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan penerimaan negara serta mengatur pola konsumsi masyarakat terhadap barang-barang mewah. Melalui tarif progresif yang telah ditetapkan, PPnBM mampu menjadi alat untuk mencapai tujuan keadilan sosial dan efisiensi ekonomi. Namun demikian, implementasi PPnBM masih menghadapi tantangan berupa ketidakpatuhan wajib pajak dan keterbatasan infrastruktur teknologi, sehingga memerlukan pengelolaan yang lebih adaptif dan transparan untuk mendukung efektivitas sistem perpajakan di Indonesia.
4.2 Saran
Pemerintah perlu terus melakukan pembaruan kebijakan dan teknologi perpajakan guna meningkatkan efisiensi pengelolaan PPnBM, termasuk memperluas pemanfaatan sistem digital seperti e-faktur dan e-audit. Selain itu, diperlukan sosialisasi yang intensif kepada pelaku usaha dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Evaluasi berkala terhadap daftar barang kena PPnBM juga penting dilakukan agar tetap relevan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tidak menimbulkan beban pajak yang tidak proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN. (n.d.).
BAB II. (n.d.).
BAB II LANDASAN TEORI 2. (n.d.).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pajak 2.1.1 Definisi Pajak. (n.d.).
Cdatu,+03.Feny+Sorongan. (n.d.).
Intan Kartika, T., Putri Melati, D., Sucy Wulandary, N., C Azzahra Putri, D. (n.d.). Peran PPN dan PPnBM dalam Meningkatkan Keadilan Pajak di Indonesia.
Khoirina Firda, R., Furqon, I. K., Abdurrahman, U. K., Pekalongan, W., Ekonomi, F., C Islam, B. (n.d.). Analisis Pengaruh Ekonomi dan Konsumsi atas Kebijakan Pajak Barang Mewah (PPnBM) di Indonesia. 2, 2987–7393. https://ejournal.stai-mifda.ac.id/index.php/jekis
Liza Asri, Uzlah Hansel Bahrin Hasibuan, C Widiya Indah Lestari. (2024). Analisis Pengaruh Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Kendaraan Bermotor. Jurnal Pajak Dan Analisis Ekonomi Syariah, 1(3), 197–205. https://doi.org/10.61132/jpaes.v1i3.296
Prianti, D. G. (2025). Tinjauan Hukum Kenaikan Pajak 12% atas Barang Mewah melalui PPnBM. Perspektif Administrasi Publik Dan Hukum, 2(2), 142–157. https://doi.org/10.62383/perspektif.v2i2.243
Salsa Destyana, S., Nanda Soenarko, S., Oktafiana Putri, V., Aulia Prodi Akuntansi, K., C Ekonomi, F. (n.d.). PERAN STRATEGIS PPN DAN PPnBM DALAM KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007. (n.d.).
PENULIS
Juliani Debora Simanjorang
Tsuraya Hasna Windya
Zaskia Septia Putri
